Minggu, 15 Agustus 2010

Mimpi

Dulu ketika aku adalah seorang anak kecil yang lugu, dunia terhampar luas tak terbatas. Angkasa begitu rendah untuk digapai. Begitu besar keinginan untuk menjelajahi dunia yang luas. Pilihan-pilihan dari segala kemungkinan selalu menari-menari dipelupuk mata bahkan dalam mimpi. Angkasa adalah tempat jiwa dan impianku menari-nari tanpa batas keinginan. Hidup begitu indah, penuh harapan dan janji jiwa yang ingin ku patri dalam-dalam.

Kini, hampir 5 tahun lebih dari usia seperempat abadku. Dunia mengecil selebar tidak lebih dari daun kelor. Angkasa menjaga jarak dan beranjak lebih jauh. Impian-impian itu tak ada lagi punya tempat untuk menari-nari. Tak ada waktu untuk berbicara dan bercinta dengan angan-angan sendiri. Siapakah aku? mengapa aku bisa sampai disini? Apa yang aku inginkan kini? Bagaimana aku? Mau jadi apa aku? Aku tenggelam. Semua gelap.

Apakah orang dewasa tidak berhak memupuk impian? aku tersesat. Tidak tahu ingin kemana. tidak tahu bisa kemana dengan berbuat apa.

Keinginan terbesarku adalah menjadi sesuatu yang hebat. tapi keadaan kehidupan selalu memberikan batasan-batasan label yang aku tidak mampu untuk menembusnya. Apakah itu yang bernama realitas? sebuah batasan yang nyata antara dunia mimpi dan dunia nyata tempat aku berdiri saat ini sebagai seorang dewasa.

Lalu mengapa orang dewasa selalu saja bisa terkagum-kagum dengan impian tak nyata dari seorang anak yang dia tahu kelak itu adalah sesuatu yang unrealistis bagi anak tersebut. Mengapa?